Selamat Jalan, Hutan.

Hari ini terasa sangat sedih dan menyakitkan. Hutan di seberang rumah benar-benar ditebang. Sepertinya, akan dibangun jalan.

Benar-benar sedih rasanya, penebangan kali ini terasa sangat nyata, seperti mengatakan bahwa ini benar-benar akhir dari semuanya. Setelah kekhawatiran yang kerap muncul akan hilangnya pemandangan monyet-monyet tiap hari di depan rumah. Tumbangnya satu per satu pohon di seberang menjawab semuanya. Akhir, dari memori masa kecil, ketenangan, dan kebahagiaan dalam memandang hutan.

Memandang hutan di saat gelisah, sedih, atau pun marah benar-benar memberi ketenangan bagi diriku. Seperti ada teman yang menemanimu duduk di saat kamu kalut tapi tidak mengganggumu. Justru, keberadaanya membuatmu tenang dan membuatmu tersenyum simpul. Menikmati hijaunya, sejuknya angin yang kamu rasakan dan kamu lihat saat daunnya bergerak, suara-suara burung, monyet, atau hewan lainnya, pergerakan pohon akibat monyet-monyet yang melompat hilir mudik tiap pagi dan sore hari. Belum lagi kala hujan, semuanya indah. Sebelum, saat, dan setelah hujan. Kamu akan melihat alam berproses mempersiapkan kedatangan dan kepergian hujan. Hening saat derasnya hujan dan pemandangan monyet-monyet yang berteduh kala hujan datang. Kini, aku jadi rindu saat mengingat semuanya. Dan saat ini pula, aku mendengar rong-rongan mesin penebang pohon dari kejauhan.

Hilangnya hutan dan isinya di seberang rumah membawa kekecewaan ke dalam diriku. Hilang sudah kebahagiaan yang ku dapat, impian yang sudah terwujud: tinggal di seberang hutan menikmati alam.


Kalut, ingin marah, tapi aku bisa apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mandau

tatap hidupku