Resume "Menggugat Pers dan Negara" (Amir Effendi Siregar)


           
Gugatan terhadap profesionalisme  dan Independensi pers lebih banyak dikaitkan dengan kepemilikan, apalagi 2013-2014 merupakan tahun politik. Namun, pantaskah gugatan itu hanya ditujukan kepada media? Bukankah gugatan itu juga layak ditujukan kepada negara, yaitu regulator media, dan pemerintah yang membiarkan pelanggaran etika dan hukum atas isi dan penguasaan media oleh segelintir orang?

Elitisme dan Sentralisasi

            Secara umum, media Indonesia masih elitis, isinya seragam, dan kepemilikannya terkonsentrasi. Media paling elite adalah cetak, yakni surat kabar dan majalah. Namun, jumlah yang ada di Indonesia masih sangat kecil bila mengikuti standar minimal UNESCO yang 1:10 antara surat kabar dan penduduk. Dari segi pertelevisian, TVRI yang diharapkan menjangkau luas dan menjadi alternatif belum mendapat perhatian yang layak. Isi stasiun televisi swasta lebih diorientasikan untuk penduduk urban, bersifat sangat seragam dan elitis. Radio jangkauannya paling luas di Indonesia. Media ini paling demokratis dalam keragaman isi dan kepemilikan.

Menggugat Regulator

            Dewan Pers sebagai regulator media cetak di Indonesia yang bertugas menjaga kemerdekaan pers, meningkatkan kualitas profesi wartawan, dan menyelesaikan sengketa pemberitaan pers masih perlu meningkatkan kinerjanya. Banyak pihak yang merasa penyelesaian sengketa belum seperti yang diharapkan. Masih terkesan Dewan Pers juru damai. Belum terlihat kegiatan penelitian yang memadai untuk mengetahui media mana yang terbaik dan yang tidak. Regulator utama dunia penyiaran Indonesia adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementrian Kominfo, dan Bapepam-LK bagi perusahaan publik. Media yang menggunakan frekuensi di Indonesia semisal radio dan televisi masih menampilkan isi yang relatif seragam dan banyak dipersoalkan orang, sistem berjaringan belum berjalan, dan pemusatan kepemilikan yang berlebihan. Isi media elektronik yang tidak netral bisa mendapatkan sanksi etik, sosial, dan hukum. Menyangkut soal isi, KPI sudah cukup banyak memberi sanksi. Namun, soal independensi, KPI harus lebih tegas. Saat pemilihan umum nanti, bersama KPU, ia harus memantau isi media agar tetap netral. Untuk kepemilikan media, Kementrian Kominfo sebagai regulator utama seharusnya tidak membiarkan konsentrasi terjadi. Pada kenyataannya di Indonesia, seseorang atau badan hukum bisa menguasai lebih dari satu stasiun televisi di satu provinsi, bahkan sampai tiga.

Introspeksi perlu dilakukan oleh pers Indonesia, dan peran regulator harus ditingkatkan. Penegakan hukum harus dilakukan Kementrian Kominfo, KPI dan Bapepam-LK. Bila tidak, tak perlu bicara independensi media ataupun demokrasi. Kapital telah dibiarkan menguasai segalanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mandau

Alhamdulillah yaa

Penyakit Kesedihan (Sena/4)