hujan
Hujan.
Ah, hujan.
Merindukanmu tapi mencoba tak terburu-buru.
Mendambakan dan menantikanmu dengan sabar.
Senyum merekah kala rintik-rintik kecil mulai datang
menerpa.
Tersenyum simpul saat itu terjadi hanya sepersekian detik.
Melapangkan hati dan menantikanmu lagi.
Hujan.
Ah, hujan.
Gemuruh langit membuatku berharap, meski terkadang dihantui
perasaan bahwa kau memberikan kepalsuan.
Kilat kecil membuatku menatap langit malam.
Mataku yang sayu mulai meracau tentang langit.
Kerinduanku terhadapmu apakah kau tau?
Kutenggelamkan surat cintaku dalam hati yang terdalam.
Ketakutanku akan kebenaran dirimu tak kunjung hilang.
Keraguanku pun datang setiap akan mencoba memulai doa
harapanku untuk dirimu.
Hujan.
Ah, hujan.
Tahukah kau?
Aku lebih senang saat kau datang di langit malam.
Memeluk angin dengan nina bobo gemuruh langit membuatku
nyaman.
Gemericik air terdengar sayup mengiringi gerak lambat
kelopak mataku.
Hujan.
Ah, hujan.
Ingatkah kau saat bersamaku dulu di sore hari?
Kau datang dengan bersemangat.
Tak malu-malu rupanya kau menampakkan dirimu yang sebenarnya.
Deras, deras sekali dirimu menghujan saat itu.
Aku memperhatikanmu dibalik kaca jendela ruang tamu.
Kutumpukan daguku di pinggiran sofa, memandangimu.
Memejamkan mataku beberapa kali merasakan sensasi angin
menerpa wajah.
Menghirup dalam aroma bumi atas kamu, hujan.
Hujan?
Apa kau merinduku juga?
Apa kau akan datang membawa angin lalu membelai wajahku?
Apa kau akan hadir menenangkan jiwaku dan menyandarkanku
pada dirimu?
Apa kau akan mengisi sore dan malamku? Memelukku dingin dan
menatap mataku yang terpejam.
Hujan?
Apa kau bisa menghilangkan keraguanku padamu?
Komentar
Posting Komentar