Review Film 'Tanah Surga... Katanya'
Produser Deddy Mizwar
Gatot Brajamusti
Bustal Nawawi
Penulis Danial Rifki
Pemeran Osa Aji Santoso
Fuad Idris
Ence Bagus
Asti Nurdin
Tissa Biani Azzahra
Ringgo Agus Rahman
Andre Dimas Apri
Studio Demi Gisela Citra Sinema
Distributor Citra Sinema
Tanggal Rilis 15 Agustus 2012
Lokasi Kalimantan
Durasi 90 menit
Negara Indonesia
Bahasa Bahasa Indonesia
Film
‘Tanah Surga.. Katanya’ merupakan salah satu jenis film yang wajib ditonton
bagi generasi penerus bangsa. Mengapa? Jawabannya dapat ditemukan dalam film
ini yang menghasilkan cita rasa nasionalisme yang kental. Film ini menceritakan
kisah seorang anak bernama Salman yang tinggal di perbatasan Kalimantan dan dihadapkan
pada kenyataan Negara mana yang harus dibela dan dipercayainya.
Dalam
film ini, terdapat sindiran-sindiran baik berupa perkataan maupun adegan-adegan
di dalamnya yang dapat menampar bangsa kita, baik rakyat dan pemerintah. Kenyataan
bahwa kurang terjamahnya suatu daerah akan perhatian pemerintah dapat terlihat
di film ini. Perbandingan antara negara tetangga dengan negara kita, Indonesia
diperlihatkan melalui situasi dan kondisi daerah perbatasan masing-masing negara.
Mulai dari hal sepele seperti jalan raya Malaysia di perbatasan dan jalan
setapak milik Indonesia.
Kurangnya
kesejahteraan di daerah perbatasan Kalimantan pun dihadirkan dalam film ini
dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan atas bangsa, rakyat, terutama
pemerintah. Pertanyaan Salman mengenai Indonesia tanah surga merupakan pukulan
telak yang dapat membuat kita merenungkannya, ditambah dengan pernyataan Dokter
Intel mengenai wilayah Indonesia yang terlalu luas sehingga butuh waktu yang
lama dalam mensejahterakan rakyat. Ini merupakan jawaban klise yang sering kita
jumpai sebagai alasan untuk menguatkan diri bahwa kurangnya kesejahteraan adalah
sesuatu yang wajar. Seperti yang sudah dikatakan bahwa film ini banyak
memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam setiap adegannya. Namun, film ini hanya
sebatas iu tanpa adanya solusi dengan jelas yang ditawarkan mengenai permasalahan
nasionalisme dan peran pemerintah.
Kesan
yang diberikan film ini cukup mendalam. Namun, film ini cenderung monoton dan
kurangnya rasa yang ditampilkan dalam membangun klimaks. Sehingga penonton
merasakan perasaan yang datar kemudian tiba-tiba film menayangkan adegan
klimaks. Jadi, gregetnya kurang
terasa. Tetapi hal ini bukan menjadi suatu cacat yang berat mengingat ide
cerita yang ditampilkan cukup segar dan sangat menginspirasi. Sayangnya, adegan
sponsor yang diselipkan dalam adegan film membuat kenyamanan menonton sedikit
terganggu. Salah satu contohnya adalah obat diare.
Penggunaan
logat dan bahasa daerah sudah sangat baik. Hanya menurut saya sebagai penduduk
Kalimantan, penggunaannya dalam film ini sedikit kurang ‘nendang’. Memang penggunaan
bahasa Indonesia dalam film ini lebih banyak digunakan agar lebih dapat
dipahami oleh penonton. Tetapi seharusnya masih bisa diselipkan ungkapan-ungkapan
lain khas Kalimantan yang sebenarnya masih dapat dipahami dengan mudah oleh
penonton Indonesia sehingga kedaerahannya lebih terasa.
Komentar
Posting Komentar