Mengapa Oh Mengapa ?

Aku masuk Ilmu Komunikasi karena takdir yang mengarahkanku kesana, meskipun pada akhirnya aku tetap harus memilih. Waktu itu aku diharuskan memilih antara Farmasi yang telah kugeluti selama setahun atau mengulang satu tahun demi Ilmu Komunikasi yang notabene aku mempunyai basic IPS yang lemah.

Tahun kemarin aku mencoba peruntunganku dalam mengejar jurusan Pendidikan Dokter, namun apa daya aku malah diterima di Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya. Well, ini sangat mengejutkan buatku, karena aku tidak pernah belajar IPS untuk tes SNMPTN tapi aku diterima. Ini wow banget menurutku, tapi berdasarkan pemikiranku sebagai anak IPA waktu itu akan lebih aman jika aku memilih Farmasi di salah satu universitas swasta di jogja.

Perjalananku pun dimulai. Di semester pertama aku masih aman meski aku merasa ngambang berada di Farmasi, karena aku gak suka kimia dan Farmasi isinya kimia semua. Setiap dosenku bilang, "siap menjadi apoteker?", teman-temanku menjawab iya dengan yakin dan lantang namun aku tak bisa menjawabnya karena sebenarnya aku masih belum tahu ingin menjadi apa.

Jati diriku pun kucari pada saat semester dua, dan aku kehilangan kendali terhadap Farmasi-ku. Hatiku ternyata mulai berontak ingin segera keluar dari perang batin yang tak kunjung usai. Akhirnya aku mencoba peruntunganku kembali mengikuti ujian mandiri di Universitas Brawijaya dengan memilih jurusan Ilmu Komunikasi dan hasilnya adalah aku diterima (lagi). Padahal aku gak belajar IPS juga waktu itu.

Well, sebenarnya aku bingung harus bereaksi apa pada saat itu. Apakah aku harus sedih atau senang. Aku telah berkonsultasi dengan orangtuaku dan mereka menyarankan agar aku tidak meninggalkan farmasi. Waktu itu aku juga telah mengikuti tes Ujian Mandiri UGM dengan memilih jurusan Ilmu Komunikasi juga. Akhirnya, dengan pertimbangan biaya dan lokasi universitas, aku pun memutuskan untuk merelakan Ilmu Komunikasi Brawijaya dan mengambil resiko menunggu pengumuman UGM. Alhamdulillah, aku diterima di jurusan Ilmu Komunikasi UGM, meski aku tes tanpa belajar IPS.

Menurutku, hal itu adalah cara Allah SWT mengatakan bahwa seharusnya aku memang berada di Ilmu Komunikasi meski aku tak mempunyai basic IPS yang kuat. Dengan memberanikan diri aku mengajukan penawaran dengan orangtuaku dan tercapailah kesepakatan agar aku menjalani dua perkuliahan. Kini aku masih cuti di Farmasi agar aku tidak stress berkepanjangan.

Entah kenapa bukan jurusan lain yang ditunjukkan Allah dengan jelas kepadaku. Entah kenapa Ilmu Komunikasi menjadi sebuah kebetulan hingga terjadi tiga kali berturut-turut. Setelah aku masuk di Ilmu Komunikasi, pada saat itu juga aku tau bahwa ini duniaku, kenyamananku, dan kesukaanku.

Tak hanya itu, setelah aku kepo soal Ilmu Komunikasi, prospek pekerjaan dan apa saja yang dilakukan seputar Ilmu Komunikasi, disitu aku memiliki ketertarikan terhadap dunia advertising. Ternyata, kesukaanku terhadap iklan sudah tertanam sejak aku masih kecil dan baru kusadari sekarang bahwa itu adalah sebuah potensi kedepannya jika aku mau serius untuk menggelutinya.

Kini aku berusaha untuk yakin dan mantap belajar di Ilmu Komunikasi. Aku juga harus membuktikan pada banyak orang bahwa apa yang aku pilih adalah benar, apa yang aku sukai bukanlah hal yang salah dan haram. Hanya karena perkiraan pekerjaan "pasti" di masa depan, itu adalah sebuah parameter yang dangkal. Bukan persepsi orang lain yang menentukan masa depanku, tapi persepsiku yang akan menetukan masa depanku. We will see :)  #bridgingcourse1



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mandau

Alhamdulillah yaa

Penyakit Kesedihan (Sena/4)